Self Editing perlu di biasakan bagi seorang penulis. Belajar untuk mampu mengedit dan menyunting tulisan kita sendiri. Walau bagi saya di awal belajar menulis, terkadang menjadi kegiatan yang suka terlupakan atau memang belum di lakukan. Mencoba menulis saja dulu untuk menyalurkan apa yang ingin kita tuliskan. Semakin belajar, mulai sedikit demi sedikit di perbaiki dan berusaha untuk belajar self editing. Belajar menulis dengan baik dan benar.
Ada dua senjata yang di pakai pada saat melakukan self editing adalah PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) dan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Ada satu tambahan sebagai pelengkap yaitu Tesaurus. Tesaurus ini berfungsi untuk mengetahui beberapa kata yang artinya lebih kurang sama. Sehingga saat menulis, kita bisa ganti perkataan yang sudah biasa kita gunakan dengan kata lain yang sama arti. Jadi, tulisan kita akan lebih beragam kosa katanya.
Beberapa self editing pada tulisan sebelumnya:
Kegiatan menulis sudah sama-sama kita ketahui dan kenali sejak kita masih anak-anak. Kita mengenal kegiatan mengarang di masa dulu kita sekolah.
Selanjutnya tahapan untuk diri saya sendiri, di mana suka menuliskan kegalauan atau apa yang kita ingin tuliskan melalui diary. Sekali-kali saya pun menulis puisi di saat ada emosi yang di rasa kedalam diri. Hingga akhirnya beranjak di usia dewasa dan memiliki anak, melanjutkan kembali proses di kegiatan menulis ini dan baru saya rasakan kalo kegiatan menulis ini sesuatu yang menarik dan cukup menyenangkan untuk di lakukan. Walau sebelumnya membaca sudah menjadi kegiatan yang saya sukai dari masa muda, yang seharusnya mampu berelasi dengan kegiatan menulis.
Jujurnya hingga saat ini masih terus berefleksi dan masih mempertanyakan terkait kegiatan menulis ini. Kenapa proses ini menurut saya terlalu lama dari pengenalan di usia sekolah tetapi kegiatan menulis baru di rasa manfaatnya pada saat usia dewasa. Adakah yang salah dari prosesnya? atau ada tahapan lain yang mungkin terlewat kah? karena kita pun masih banyak menemui atau kesulitan pada saat membantu anak, remaja ataupun dewasa yang mencintai dunia literasi. Menulis masih menjadi salahsatu pekerjaan yang memberatkan dan membutuhkan energi yang cukup besar bagi diri kita untuk melakukannya.
Apa yang tergambar disaat kita membuat tulisan?
Seringkali sebelum kita memulai menulis, banyak kekhawatiran dan ketakutan yang kita rasakan. Beberapa mental block yang menghalangi diri kita sebelum kita memulai menulis.
Bisa kah aku menulis? Aku tidak mempunyai kemampuan untuk menulis? Apa yang harus aku tulis? Aku bukan seorang penulis? Aku belum menguasai teknik menulis? Apa yang harus aku siapkan?
Beberapa pertanyaan di atas seakan menghantui diri kita dan menjadi mental block bagi diri kita. Dan sangat memberi pengaruh, yang membuat langkah kita terhenti untuk melanjutkan kegiatan menulis kita.
Ternyata kita lebih rileks pada saat memulai kegiatan menulis, kita akan lebih mudah menyelesaikan tulisan kita. Pada hakikatnya setiap manusia bisa melakukan kegiatan menulis ini. Disaat mental block mungkin singgah dan hadir diawal kita akan menulis, coba lepaskan semuanya, rileks dan mulai lakukan free writing saja.
Tuliskan apapun yang ingin kamu tulis. Mulai dari apa yang bisa dan terjangkau didalam keseharian kita. Bisa ala biasa. Biasakan dan latih diri untuk terus mencobanya. Menulis, menulis dan menulis lagi hingga menulis menjadi habit bagi diri kita.
Pada saat menjalani proses homeschooling bagi anak-anak, membaca dan menulis menjadi area pertama yang kembali tersentuh oleh kami agar mampu memberi manfaat bagi diri dan keluarga. Ada keinginan yang hadir akan kemampuan literasi ini bagi diri dan juga bagi anak-anak. Ada bentuk teladan yang harus dimulai dari diri kami sebagai orangtua. Bagaimana berharap anak-anak menyukai kegiatan membaca dan menulis, kalo sebagai seorang ibu pun kita tidak mampu memberi contoh terkait kegiatan ini? hingga akhirnya memberanikan diri learning by doing. Menghadirkan ruang perpustakaan mini di rumah untuk keluarga dan mencoba mengikuti beberapa event menulis hingga beberapa buku antologi akhirnya bisa hadir.
Menulis mampu memberi ruang bagi diri untuk berekspresi, sebagai media refleksi, mampu menjadi healing bagi diri atas endapan emosi yang kita rasakan. Mampu menjadi ruang berbagi kebaikan bagi orang lain. Dan satu ilmu yang saya dapatkan kembali pada saat mempelajari metode pendidikan CM yang kami latihkan pada saat belajar seri buku CM adalah kita di minta berefleksi akan materi yang di berikan melalui kegiatan bernarasi.
Ikatlah ilmu dengan menuliskannya (menarasikannya).
Narasi
Setelah kami mengenal istilah narasi. Dimana teknis pelaksanaan kurikulum CM adalah dengan cara narasi dan prinsip sekali baca. Ada dua pembagian jenis narasi, ada narasi lisan juga ada narasi tertulis.
Suatu ilmu belum menjadi milik kita disaat kita belum mampu menarasikannya baik secara lisan ataupun tertulis (dengan menuliskannya).
Narasi dalam metode CM, sebelum anak-anak menarasi secara tertulis, tahapan yang harus dilewati adalah narasi lisan terlebih dahulu. Anak dibacakan satu kali living books, tidak ada pengulangan yang dilakukan, anak belajar fokus untuk mendengar dan di minta menarasikannya. Semua di lakukan secara bertahap melihat kemampuan anak dalam menarasikannya. Jika baru bisa satu paragraf tidak masalah, terus di latihkan hingga ada peningkatan akan kemampuan narasinya.
Dari proses narasi ini, merasa ada tahapan yang berbeda dari pengalaman belajar kami sebagai orangtua. Seperti ada tahapan yang salah atau belum pas hingga akhirnya kemampuan literasi kami masih jauh dari apa yang kami harapkan.
Nantikan tulisan berikutnya ya đ
Komentar
Posting Komentar